My Blog

Minggu, 06 Juli 2014

Teori-Teori dalam Belajar (Psikologi Pendidikan)



 BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam kegiatan belajar dan mengajar di sekolah terjadi sebuah proses yaitu interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa jika terjadi kegiatan belajar kelompok. Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran.
Teori manapun pada prinsipnya, belajar meliputi segala perubahan baik berpikir, pengetahuan, informasi, kebiasaan, sikap apresiasi maupun pengertian. Ini berarti kegiatan belajar ditunjukan oleh adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman. Agar kegiatan belajar mencapai hasil yang optimal, maka diusahakan faktor penunjang seperti kondisi peserta didik yang baik, fasilitas  dan lingkungan yang mendukung serta proses belajar mengajar yang tepat.

B.  Rumusan Masalah
1.    Jelaskan apa saja teori-teori dalam belajar?
2.    Jelaskan tentang teori Koneksionisme, Pembiasan Klasik, Pendekatan Behavioral dan Kognitif sosial ; Pendekatan Pemrosesan Informasi, serta Pendekatan Kontruktivis Sosial!
3.    Sebutkan Macam-macam perwujudan prilaku belajar?

C.  Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan infornasi tentang Teori-teori belajar serta macam-macam perwujudan prilaku belajar. Makalah ini juga bertujuan untuk proses pembelajaran di dalam kelas untuk mendukung penyerapan informasi sebanyak-banyaknya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Teori-Teori dalam Belajar
Dalam psikologi dan pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia.
Belajar sebagai suatu proses berfokus pada apa yang terjadi ketika belajar berlangsung. Penjelasan tentang apa yang terjadi merupakan teori-teori belajar. Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran.
Beberapa teori-teori Belajar yaitu : Teori Koneksionisme, Pembiasan Klasik, Pendekatan Behavioral dan Kognitif Sosial, Pendekatan Pemrosesan Informasi, serta pendekatan Kontruktivis sosial.

1.    Koneksionisme
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874-1949) berdasarkan eksperimen yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thondike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.
Koneksionisme adalah teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil , bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar, mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang di peroleh adalah munculnya perilaku yang di inginkan. Pada teori belajar ini sering di sebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia di kendalikan oleh ganjaran (reward) penguatan dari lingkungan.Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.
Menurut teori ini bahwa belajar bagi hewan dan manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan assosiasi (bond, connection) antara kesan panca indra (sense impression) dengan kecenderungan bertindak (impluse to action). Proses belajar berlangsung secara trial and error menurut hukum-hukum tertentu yaitu, hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise), dan hukum efek (law of effect). Ketiga hukum tersebut merupakan hukum primer (Bigge, Moris L, 1982).
Selain hukum primer, Edward L. Thorndike juga menambahkan lima hukum sekunder yang merupakan prinsip penting dalam belajar dan penerapannya. Yaitu :
a.    Hukum Reaksi Bervariasi
b.    Hukum Sikap
c.    Hukum Aktivitas Berat Sebelah
d.   Hukum Respon By Analogy
e.    Hukum Perpindahan Asosiasi
Adapun dalam teori Edward L. Thorndike tentunya  tidak semuanya baik karena adanya kelebihan dan kekurangan dalam teori tersebut, diantaranya :
Kelebihan :
Dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan sesuatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang di hadapinya.
Kekurangan :
Kegiatan yang terlalu serind dilakukan, akan membuat anak didik menjadi merasa jenuh yang mungkin saja dapat mengakibatkan dia menjadi merasa enggan untuk mencobanya lagi. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah akan membuat sebuah ketergantungan pada anak didik dalam melakukan sebuah kegiatan.

2.    Pembiasaan Klasik
Teori pembiasaan klasik (Classical Conditioning), berkembang berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936). Pada dasarnya teori ini adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut.
Kata classical yang mengawali nama teori ini semata-mata dipakai untuk menghargai karya Pavlov yang dianggap paling dahulu di bidang conditioning (upaya pembiasan) dan untuk membedakannya dari teori conditioning lainnya. Selanjutnya, mungkin karena fungsinya, teori Pavlov ini juga dapat disebut respondent conditioning (pembiasan yang dituntut).
Berdasarkan eksperimen Pavlov dengan menggunakan anjing, dikemukakanlah bahwa belajar adalah perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan respons. Jadi, pada prinsipnya hasil eksperimen E.L. Thorndike kurang lebih sama dengan hasil eksperimen Pavlov. Kesimpulan dari hasil eksperimen ini adalah apabila stimulus yang diadakan selalu disertai dengan stimulus penguat, stimulus cepat atau lambat akhirnya menimbulkan respons atau perubhan yang dikehendaki.
Selanjutnya, skinner berpendapat bahwa proses belajar yang berlangsung dalam eksperimen Pavlov itu tunduk terhadap 2 macam hukum yang berbeda, yakni : law of respondent conditioning berarti hukum pembiasaan yang dituntut, sedangkan law of respondent extinction adalah hukum pemusnahan yang dituntut. Menurutnya, law of respondent conditioning ialah jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan, refleks ketiga yang terbentuk dari respons atas penguatan refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. Dua stimulus tersebut adalah conditioning stimulus dan unconditioning stimulus. Adapun refleks ketiga adalah hubungan antara conditioning stimulus dan conditioning response. Sebaliknya, law of respondent extinction ialah jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent extinction ialah jika refleks sudah diperkuat melalui respondent conditioning di datangkan kembali tanpa menghindarkan reinforcer, kekuatannya akan menurun.

3.    Pendekatan Behavioral dan Kognitif Sosial
Pendekatan behavioral menekankan arti penting dari bagaimana anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku. Dalam pendekatan behavioral di bagi menjadi 2 pengkondisian yaitu :
a.    Pengkondisian Klasik
Tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan/mengasosiasikan Stimuli.  
Pengkondisian klasik dapat berupa pengalaman negatif dan positif dalam diri anak di kelas,  misalnya : anak gagal dalam ujian dan di tegur, dan ini menghasilkan kegelisahan, setelah itu anak mengasosiasikan ujian dengan kecemasan, sehingga menjadi CS untuk kecemasan.
Didalam pengkondisian klasik terdapat 3 istilah yaitu: Generalisasi, diskriminasi dan pelenyapan.
1)      Generalisasi
Generalisasi dalam pengkondisian klasik adalah tendensi dari stimulus baru yang sama dengan conditioned stimulus yang asli untuk menghasilkan respon yang sama, misalnya: murid di marahi karena ujian biologinya buruk, saat murid itu mulai bersiap untuk ujian kimia, dia menjadi gugup karena dua mata pelajaran itu saling berkaitan. Jadi menggeneralisasikan satu ujian mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya.
2)      Diskriminasi
Diskriminiasi dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme merespon stimuli tertentu tapi tidak merespon stimuli lainnya. Misalnya: murid yang mengikuti ujian di kelas, dia begitu gugup saat menempuh ujian pelajaran bahasa inggris atau sejarah karena dua mata pelajaran itu jauh berbeda  dengan mata pelajaran kimia dan biologi.
3)      Pelenyapan
Pelenyapan dalam pengkondisian klasik yaitu pelemahan conditioned response (CR) karena tidak adanya unconditioned stimulus (US). Misalnya : murid yang gugup mengikuti ujian akan mulai menempuh tes dengan lebih baik dan kecemasannya mereda.

b.    Pengkondisian Operan
Pengkondisian operan (juga dinamakan pengkondisian instrumental) adalah sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan di ulangi. Arsitek utama dari pengkondisian operan adalah B.F.Skinner, yang pandangannya di dasarkan pada pandangan E.L. Thorndike.
Cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan negatif adalah :
1) Dalam penguatan positif ada suatu yang di tambahkan atau di peroleh.
2)  Dalam penguatan negatif ada suatu yang di kurangi atau di hilangkan.

Generalisasi dalam penkondisian operan berarti memberikan respon yang sama terhadap stimulasi yang sama misalnya jika pujian guru membuat murid belajar lebih keras di kelas, apakah pujian serupa akan juga membuat bekerja lebih keras untuk tugas di luar kelas seperti pekerjaan rumah.
Diskriminasi dalam pengkondisian operan berarti pembedaan di antara stimuli dan kejadian lingkungan. Misalnya seorang murid tahu bahwa di meja guru yang bertuliskan “matematika”  adalah tempat guru menyimpan tugas matematika hari ini, sedang yang tertulis “inggris” adalah tempat menyimpan tugas bahasa inggris hari ini.
Dalam pengkondisian operan, pelenyapan (extinction) terjadi ketika respons penguat sebelumnya tidak lagi di perkuat dan responnya menurun.misalnya, dalam beberapa kasus guru kurang memberi perhatian yang kurang bijaksana, sehingga malah memperkuat tindakan disruptif, seperti ketika murid mencubit murid lain lalu guru kemudian langsung bicara dengan pelakunya.

4.    Pendekatan Pemrosesan Informasi
Pendekatan pemrosesan informasi menekankan bahwa anak-anak memanipulasi informasi, memonitor, dan menyiasatinya, Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan pikiran. Menurut pendekatan pemrosesan informasi, anak-anak mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi yangsecara bertahap mengalami peningkatan. Hal tersebut memungkinkan mereka untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan yang semakin kompleks (Keil,2006; Munakata,2006).
Robert. M. Gagne sebagaimana yang dikutip oleh Bambang Warsita, dalam bukunya : The Conditioning of Learning mengemukakan bahwa ; Learning is a change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and wich is not simply ascribable to process of growth. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Dan Gagne menyatakan bahwa  belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa  eksternal di lingkungan individu yang bersangkutan (kondisi).
Penjelasan lebih lanjut dari Bambang Warsita, bahwa berdasarkan kondisi internal dan eksternal ini, Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi. Model proses belajar yang dikembangkan oleh Gagne didasarkan pada teori pemrosesan informasi, yaitu sebagai berikut :
1.        Rangsangan yang diterima panca indera akan disalurkan ke pusat syaraf dan diproses sebagai informasi.
2.        Informasi dipilih secara selektif, ada yang dibuang, ada yang disimpan dalam memori jangka pendek, dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang.
3.        Memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan dapat diungkap kembali setelah dilakukan pengolahan.
Seperangkat proses yang bersifat internal yang dimaksud oleh Gagne adalah kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan terjadinya proses kognitif dalam diri individu Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Sumber Kognitif: Kapasitas & Kecepatan Pemrosesan Informasi
Kemampuan pemrosesan informasi anak-anak meningkat ketikamereka tumbuh dewasa, serta mengenal dunia. Faktor biologis maupunpengalaman, berkontribusi dalam pertumbuhan sumber kognitif. Penigkatankapasitas di otak akan meningkatkan pemrosesan informasi.

5.    Pendekatan Kontruktivis Sosial
Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
a.    Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
b.     Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri    pertanyaannya.
c.     Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
d.   Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
e.    Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.

B.  Macam-Macam perwujudan Prilaku Belajar
Dalam memahami arti belajar dan esensi karena belajar,  para ahli sependapat atau sekurang-kurangnya terdapat titik temu diantara mereka mengenai hal yang prinsipel meskipun mengenai apa yang dipelajari sisiwa dan bagaimana perwujudannya masih merupakan teka-teki namun berikut dapat dipaparkan pendapat sekelompok ahli yang relatif lebih lengkap.
Manifestasi atau perwujudan prilaku belajar bisanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut :
1.    Kebiasaan
Menurut  (Burghargt : 1973), kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respon dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Karena proses penyusutan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif menetap dan otomatis.  Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan seperti dalam classical dan operant conditioning
2.    Keterampilan
Keterampilan  ialah kegiatan yang berhubungan urat-urat syaraf dan otot-otot yang lazimnya tampak pada kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah raga dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Disamping itu, menurut (Reber :1988), keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pla tingkah laku yang komplek dan tersusun rapih secara mulus dan sesuai dengan keadaan.
3.    Pengamatan
Artinya proses menerima, menafsirkan, dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga. Berkat pengalaman belajar siswa dapat mencapai pengamatan yang benar objektif sebelum mencapai pengertian.
4.    Berfikir Asosiatif dan Daya Ingat
Secara sederhana berfikir asosiatif adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan yang lainnya. Berpikir asosiatif merupakan proses pembentukan  hubungan antara rangsangan dengan respon. Trntunya perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Disamping itu, daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. 
5.    Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan prilaku belajar teutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Sedangkan dalam hal berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji ke andalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan (Reber : 1988).

6.    Sikap
Dalam arti sempit sikap merupakan pandangan atau kecenenderungan mental. Menurut (Bruno : 1987), sikap (atittude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk  terhadap orang atau barang tertentu. Perwujudan prilaku siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lebih lugas).
7.    Inhidisi
Secara singkat, inhidisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu respon tertentu karena adanya proses respon lain yang sedang berlangsung (Reber : 1988).
8.    Apresiasi
Pada dasarnya apresiasi suatu pertimbangan (judgement) mengenai arti penting atau nilai sesuatu  (Chavlin : 1982). Dalam penerapannya, apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun kongkrit yang memiliki nilai yang luhur.
9.    Tingkah laku afektif
Tingkah laku yang menyangkut keanekaragamaan perasaan seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya. Tingkah laku seperti ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya ia juga dapat dianggap sebagai perwujudan prilaku belajar.










BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia.
Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang dan hewan belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren pembelajaran. Beberapa teori-teori Belajar yaitu : Teori Koneksionisme, Pembiasan Klasik, Pendekatan Behavioral dan Kognitif Sosial, Pendekatan Pemrosesan Informasi, serta pendekatan Kontruktivis sosial.
Macam-Macam perwujudan prilaku belajar yaitu :
1.    Kebiasaan
2.    Keterampilan
3.    Pengamatan
4.    Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat
5.    Berpikir Rasional dan Kritis
6.    Sikap
7.    Inhidisi
8.    Apresiasi
9.    Tingkah Laku Afektif









DAFTAR PUSTAKA

Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Rajawali Pers : Jakarta.
Syah, Muhibbin. 2012. Psikologi Belajar. Cetakan ke-12. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya : Bandung.



1 komentar: